Askari, Kepala Desa Sukowarno Kabupaten Musi Rawas Sumsel membeberkan untuk apa saja uang Bantuan Langsung Tunai (BLT) dana desa yang dikorupsinya.

Selain untuk bayar utang dan berjudi, uang korupsi itu digunakan untuk membelikan selingkuhannya mobil baru.

Hal ini disampaikan Askuri dalam sidang perkara dugaan korupsi penyelewengan Bantuan Langsung Tunai Dana Desa (BLT DD) Covid-19 yang digelar di Pengadilan Negeri Palembang, Senin (29/3/2021).

Terdakwa Askuri, Kepala Desa Sukowarno Kabupaten Musi Rawas Sumsel secara gamblang mengaku, uang tersebut juga ia gunakan untuk membayar uang muka (DP) satu unit mobil milik selingkuhannya yang ternyata istri orang.

“Iya pak, selingkuhan saya masih berstatus istri orang dan masih satu desa dengan saya,”ujar Askari saat menjawab pertanyaan majelis hakim yang diketuai Sahlan Effendi terkait status selingkuhannya tersebut.

Sontak jawaban itu membuat pengunjung yang berada di ruang sidang langsung tertawa.

Tak cukup sampai disitu, terdakwa Askuri juga merincikan kemana saja ia selewengkan aliran dana BLT yang diduga mencapai Rp187,2 juta tersebut.

“Saat pencairan dana itu, seingat saya Rp.70 juta untuk judi togel, Rp.50 juta judi Remi Song. Ada juga sekitar Rp.20 juta saya digunakan untuk membayar DP mobil selingkuhan saya yang saat ikut sewaktu menginap di salah satu motel di Lubuk Linggau” ungkapnya di hadapan hakim.

Ditemui setelah persidangan, Supendi SH MH penasihat hukum terdakwa Askari, membenarkan keterangan kliennya yang ternyata menggunakan dana BLT DD untuk DP mobil wanita selingkuhannya.

“Tapi kita masih menunggu tuntutan JPU, apakah nanti sesuai atau tidak dengan perbuatan terdakwa. Baru nanti akan kita lakukan upaya hukum apa untuk terdakwa selaku klien kita,” ujarnya.

Seperti diketahui, dalam dakwaan JPU menyebutkan perbuatan terdakwa Askuri menyebabkan kerugian negara sebesar Rp.187,2 juta.

Disebutkan bahwa uang itu diduga digunakan terdakwa untuk berbagai keperluan diantaranya membayar utang dan bermain judi togel.

Padahal bantuan itu semestinya diberikan kepada 156 kepala keluarga yang masing-masing menerima Rp 600 ribu.

Atas perbuatannya, terdakwa dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 18 UU Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Tipikor.

Sumber: Tribunnews